Minggu, 17 Mei 2015

Bulukumba, Kota Sejuta Penyair

Aku lahir di sini dari rahim ibu yang menua pada waktu tanah merah hitam yang menggumpal bekukan batang jagung dan batang padi dan asin airnya mengalir dalam darahku bersama nyanyian nyiur yang melambai-lambai pada garis pantainya memanggil-manggil, menggema, memanjat batang kelor dalam sajak rindu-rindu pada negeri ibu, negeri sejuta nahkoda negeri sejuta panrita negeri sejuta nahkoda Bulukumba

Walau
Aku bertualang melangkah mendaki ke dalam belantara kehidupan
terbang ke langit kelima menyusup ke dalam batas bumi
bertemu jawara-jawara yang menikam sukma
Aku tak melupakan kokoh tiang pinisi
menantang ombak sembilan samudera
Aku tak melupakanmu negeriku, negeri sejuta nahkoda dan panrita,
negeri sejuta dongeng, negeri sejuta pau-pau, negeri sejuta budaya
kota sejuta penyair
Bulukumba

Walau
Aku bertualang masuk ke dalam hidup
menemui pengantinku di negeri jauh
lalu bercinta di batas lelah lunglai di puncak sepi
rindu tak pernah usai menyanyi dalam qalbu
memanggil-manggil pulang
memanggil-manggil pulang
melewati pematang sawah
menyusuri sungai, tepian pantai, lereng bukit
merenangi laut Flores dan teluk Bone
melintasi Lompo Battang
Datang padamu Bulukumba, meneguk airmu, mengupas jagungmu,
menumbuk padimu, memetik daun kelormu,
mencubit daging tuing-tuing, loka-loka, lure, lajang,
yang kukulum bersama sayur kelor dan nasi kampo'do'

Uh
Najis rasanya pizza ayam goreng Amerika
Muntah rasanya makan sozzis dan conello Cina
Muntah rasanya minum minuman karbonat Jepang
Muntah rasanya makan gorengan dari minyak goreng Malaysia

Biarlah di kota sejuta penyair
kunikmati dendeng capi, poca'-poca', sanggara bambang, sarabba,
lopisi, dumpi eja, kampalo, gogoso, baruasa, taripang, uhu'-uhu',
cucuru dari minyak rakang

Kota ini, Bulukumba, kota mendunia
kota sejuta penyair

Di sana kalian punya patung liberty
kami punya patung pinisi
Di sana kalian punya pantai Hawai dan Bombai
kami punya pantai Bira, Dajo, Lemo-lemo, Batu Tallasa, Samboang,


1 komentar: